Langsung ke konten utama

Who am I ?

Namaku Fian, aku tinggal di Malang, statusku sekarang adalah seorang mahasiswa jurusan bahasa inggris di salah satu universitas di Malang. Aku anak pertama dari 3 bersaudara, Bapak dan Ibuku asli jawa semua. Hobiku main basket, dan aku juga tertarik dengan beberapa kesenian, seperti; drama, puisi, dan kesenian budaya terutama budaya jawa.

Kenapa aku menulis di blog? Karena  memang aku suka menulis, dan aku juga ingin tulisanku ini dilihat oleh banyak orang. Awalnya sempat minder, tulisanku hanya aku pajang di buku diaryku yang itu sifatnya adalah pribadi, tapi ketika membaca buku dan tweet dari Fiersa Besari aku jadi percaya diri buat tunjukin tulisanku ke khalayak umum. Jadi ketika nanti aku sudah meninggalkan dunia ini, anak dan cucuku kelak bisa baca dan rasakan apa-apa yang sudah kualami. Tentunya isi dari blog ini nantinya adalah semua perspektifku terhadap dunia ini, semua yang ku rasakan akan kutulis disini. Bermanfaat atau tidaknya itu tergantung pembaca blog pribadiku nantinya. Aku tidak akan memaksa mereka untuk suka dengan tulisanku karena disini aku hanya menulis pandanganku terhadap suatu hal saja, tidak untuk mencari fans ataupun haters. Bila blog ini bermanfaat bagi kalian, aku akan ikut senang juga. Dan bila blog ini tidak ada faedahnya bagi kalian, silahkan kasih saran dan kritik atau kalian bisa berhenti membaca blog ini.

Semoga kebaikan terus menghampiri diri kalian, terima kasih.

Malang, 24 Oktober 2017
Arfian, FR


Peace & Love

Komentar

Postingan populer dari blog ini

My Unbiological Family

Secara intuitif dan psikologis orang yang mempunyai hubungan emosional dengan kita, orang yang memiliki solidaritas tinggi, dan orang yang tak pernah membeda-bedakan kita dengan yang lainnya. Ialah pengertian sahabat menurut Indra Frimawan (stand up comedian). Benar. Lalu bagaimana dengan teman? Apakah sahabat dengan teman itu berbeda? Memang apa bedanya antara sahabat dengan teman itu sendiri? Kurang lebih satu setengah dekade yang lalu aku masuk ke dalam lingkungan yang baru karena Orang tuaku memutuskan untuk menyekolahkanku di sekolah daerah tempat tinggal asal dari Bapakku ketika aku akan memasuki bangku sekolah dasar. Sebelumnya aku menempa ilmu di TK di daerah asal ibuku. Disana, tak ada yang tahu, dan mengenalku kecuali sepupuku yang memang seangkatan denganku pada waktu itu. Berbeda dengan yang lain mereka sudah nampak akrab satu dengan yang lainnya, disini aku masih sendirian di tengah keramaian kelas, dan nampak canggung untuk berbaur dengan yang lainnya. ...

The Ballad of Monaliza (English Blog)

Monaliza is a girl whom I loved. Some people asked me, "why do you love her?" I said, "I don't know" then some people still curious, and asked me once again with same question, "why do you love her?" I respond, "I think her attendance is already answered." and some people quietest. I supposed that question should not to answered, it is rhetorical question. I believe that every person will confused if someone asks that question, and why do I can answered? Because I want the some people that asks me like that able to silent and stop asks. So love everyone that love you too, and accept the advantages and the disadvantages. Indeed, Monaliza is not perfect person, there are good and bad things in her own self, but I just want to love just the way she is. Monaliza is a girl who has beautiful eyes and great smile. When I was alone with her, my focus just stucks on itself, it is like neglect everything. It was happen at the first time I met her, she...

My Everything

Lebih dari dua dekade Bapak dan Ibu membesarkanku dengan penuh cinta dan kasih. Aku rindu kala dulu tiap pagi Ibu selalu memandikanku dengan belaian tangan lembutnya. Aku juga senang digendong Bapak hingga tertidur pulas karena dipeluknya aku merasa aman dan nyaman. Namun aku akan malu bila kulakukan hal-hal seperti itu lagi saat ini. Aku teringat cerewetnya Ibu ketika aku tak bisa menjaga kesehatanku, "Bukannya di rumah malah hujan-hujanan!" "Kalo masih jajan sembarangan, besok gak bakal Ibu beri uang saku!" "Kalo makan itu dihabisin, makan aja males! Nanti kalau udah sakit baru tau rasa!" Tapi kini aku tahu, dibalik marahnya, Ibu begitu peduli dengan kesehatanku. Bahkan tak jarang ketika aku sakit, Ibu menitikkan air mata seolah ingin menyerap rasa sakit yang kurasakan pada waktu itu. Begitu pula saat Bapak marah dan membentakku dengan emosional, "Enggak usah pulang, main terus sana!" "Besok baju-bajumu ambil semua, terus bawa ke ru...