Langsung ke konten utama

My Unbiological Family



Secara intuitif dan psikologis orang yang mempunyai hubungan emosional dengan kita, orang yang memiliki solidaritas tinggi, dan orang yang tak pernah membeda-bedakan kita dengan yang lainnya. Ialah pengertian sahabat menurut Indra Frimawan (stand up comedian).

Benar.

Lalu bagaimana dengan teman?
Apakah sahabat dengan teman itu berbeda?
Memang apa bedanya antara sahabat dengan teman itu sendiri?

Kurang lebih satu setengah dekade yang lalu aku masuk ke dalam lingkungan yang baru karena Orang tuaku memutuskan untuk menyekolahkanku di sekolah daerah tempat tinggal asal dari Bapakku ketika aku akan memasuki bangku sekolah dasar. Sebelumnya aku menempa ilmu di TK di daerah asal ibuku. Disana, tak ada yang tahu, dan mengenalku kecuali sepupuku yang memang seangkatan denganku pada waktu itu. Berbeda dengan yang lain mereka sudah nampak akrab satu dengan yang lainnya, disini aku masih sendirian di tengah keramaian kelas, dan nampak canggung untuk berbaur dengan yang lainnya. Di tahun pertamaku, satu orang pun tak ada yang aku kenal begitu dalam di lingkungan baruku. Bahkan nama-nama dari anggota kelasku saja aku masih belum hafal semua. Bila waktu istirahat tiba, kegiatanku mungkin kalau tidak ke kantin dengan sepupu yang seangkatan denganku, aku hanya melihat anak-anak yang bermain di halaman sekolah sambil minum es warna-warni yang dibungkus plastik kecil seharga 200 rupiah.
Hingga akhirnya di tahun keduaku, aku mulai memberanikan diri untuk berbaur dengan yang lain meskipun ada saja yang menganggap aku hanya orang asing pengganggu keasikan tongkrongan lama. Namun beberapa ada yang sedia menerima keberadaanku. Baik ataupun buruk respon dari mereka saat itu, mereka adalah teman-temanku. Itu dikarenakan mereka sudah mengenal aku terlepas dari respon mereka yang beragam. Aku juga yakin pada saat itu, lambat laun keasinganku akan melebur karena intensitas kebersamaanku yang begitu intensif, serta dengan beberapa orang yang menerimaku tadi, secara tidak langsung mereka juga membantuku untuk beradaptasi dengan yang lainnya. Dan memang benar, perlahan aku mulai diterima. Terlihat dari mereka yang mulai mengajakku bermain hingga belajar bersama meski ujungnya juga saling bercerita tentang film kartun favorit kita pada waktu itu. Hingga  akhirnya aku lulus dari sekolah dasar dan mereka semua memberiku kesan yang teramat dalam karena mereka lah yang kuanggap orang-orang pertama yang mengajarkanku banyak hal tentang kesetia-kawanan.

Dari orang-orang yang turut mengisi hari-hariku selama 6 tahun tadi, ada segelintir yang masih aktif komunikasi denganku, terkadang juga masih menyempatkan untuk bermain bersama, tak jarang juga aku masih meminta saran atau solusi ketika dalam masalah, pun juga dengannya. Inilah yang kusebut dengan sahabat. Ini dikarenakan aku merasa ada aku di dalam dirinya atau bisa dikatakan sejiwa dengannya. Beruntungnya, dari dulu saat duduk di bangku sekolah dasar hingga duduk di bangku kuliah, semakin banyak pula orang yang sejiwa denganku.

Terus bagaimana dengan orang-orang yang tidak/belum sejiwa denganku?

Berlaku baik pada setiap orang sudah menjadi hal yang mutlak bagi kita untuk dijalankan. Nurani kita pun selalu berkehendak dalam kebaikan. Semua kembali dengan pribadi kalian dalam memilih orang kepercayaan. Akan tetapi yang perlu diingat adalah perlakukan setiap orang sebagaimana kamu ingin diperlakukan. Ditambah lagi kita adalah mahkluk sosial yang pasti saling membutuhkan satu dengan yang lainnya. Biar bagaimana pun keluarga adalah yang terpenting, dan keluarga tak harus sedarah.

Terima kasih untuk segenap orang-orang yang sudah masuk ke dalam kehidupanku, yang membantu menopang dan menempaku hingga menjadi seperti ini. Suka-duka, makan-minum, kerja-tualang, canda-tangis, dan lain sebagainya. Semoga ikatan ini bisa terjalin semakin baik dan erat.


Malang, 31 Desember 2018
Arfian, FR

Peace & Love


Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

My Everything

Lebih dari dua dekade Bapak dan Ibu membesarkanku dengan penuh cinta dan kasih. Aku rindu kala dulu tiap pagi Ibu selalu memandikanku dengan belaian tangan lembutnya. Aku juga senang digendong Bapak hingga tertidur pulas karena dipeluknya aku merasa aman dan nyaman. Namun aku akan malu bila kulakukan hal-hal seperti itu lagi saat ini. Aku teringat cerewetnya Ibu ketika aku tak bisa menjaga kesehatanku, "Bukannya di rumah malah hujan-hujanan!" "Kalo masih jajan sembarangan, besok gak bakal Ibu beri uang saku!" "Kalo makan itu dihabisin, makan aja males! Nanti kalau udah sakit baru tau rasa!" Tapi kini aku tahu, dibalik marahnya, Ibu begitu peduli dengan kesehatanku. Bahkan tak jarang ketika aku sakit, Ibu menitikkan air mata seolah ingin menyerap rasa sakit yang kurasakan pada waktu itu. Begitu pula saat Bapak marah dan membentakku dengan emosional, "Enggak usah pulang, main terus sana!" "Besok baju-bajumu ambil semua, terus bawa ke ru...

Harmony

Ada seseorang yang bilang bahwa, "Bagian tersulit dari hidup adalah bertahan dalam kerendahan hati, ialah ketika alam memberimu belati tapi kau tetap tak ingin menyakiti." Memang seringkali kita mengabaikan nurani kita dalam berbuat, kerapkali kita mengutamakan ego kita ketika akan bertindak. Sebagian besar orang merasa kurang puas dengan apa yang ia miliki sekarang, jadi mereka melakukan hal apapun yang mereka inginkan meskipun itu dengan cara-cara yang jahat. Padahal jika saja kita mau bertahan dalam kerendahan hati untuk tidak saling menyakiti walaupun dalam keadaan yang genting sekalipun, dan lebih memilih menyerahkan semua kepada Tuhan, serta melakukan beberapa hal positif, maka keharmonisan dapat mereka capai. Untuk mencapai keharmonisan dalam hidup ini pun juga tidak semudah membalikkan telapak tangan. Selain kita harus berserah diri kepada Tuhan, kita juga mesti melakukan beberapa hal seperti ikhlas dan bersyukur menerima semua hal yang sudah kita raih. Untuk bisa ik...