Setiap kita pasti pernah memiliki kenangan yang selalu indah untuk dikisahkan. Aku pun begitu, ada yang berujung sedih dan ada yang berujung indah. Akhir-akhir ini, aku tidak tau kenapa jadi sering napak tilas perjalanan yang dulu kulewati dengan seseorang yang pernah mengisi relung hatiku ini. Aku jadi sering mengunjungi tempat-tempat yang terisi banyak memori hingga membaca isi pesan yang mengandung banyak emosi.
"Lagi dimana?"
"Udah makan belum?"
"Gimana tadi basketnya?"
"Jangan lupa sholat."
"Nanti jemput aku ya!"
"Hehehe kocak!"
Beberapa kalimat diatas itu dulu ada, namun kini sudah tiada. Ruang obrolan yang dulu dipenuhi canda, tawa dan perhatian, namun kini sudah tinggal kenangan. Nada dering pesan, telepon, dan semua pemberitahuan yang dulu menjadi nada favoritku, namun kini sudah menjadi tabu di telingaku. Hari-hariku yang dulu penuh warna, namun kini sudah sirna. Kau yang dulu ku anggap sebagai pusat semesta, namun kini (mungkin) sudah bahagia dengan yang lainnya. Kenapa sekarang semesta tak menghadirkan bunga-bunga kebahagiaan seperti saat itu lagi?
Aku sendiri disini sudah (mencoba) ikhlas, walaupun kenangan yang kau beri masih saja membekas. Parahnya lagi dari kepergianmu itu bukan karena meninggalkan luka, namun tak memberiku lupa. Semakin coba untuk kulupakan, semakin erat pula dalam ingatan. Kau mungkin satu-satunya sangkar yang dimana aku tak bisa keluar, meski pintu sudah terbuka lebar.
Disini aku hanya rindu, dan aku masih bisa menopang rasa rinduku dengan kukuh. Pada dasarnya rindu itu tidak berat, tapi tidak ada temu lagi setelahnya itu jauh lebih buat hati gawat darurat. Aku yakin kelak masih akan ada temu di antara kau dan aku. Entah itu di ruang mimpiku, atau di resepsi pernikahanmu dengan lelaki pilihanmu. Terima kasih atas segala rasa yang pernah kau beri. Mungkin jika di hidupku kau tak pernah hadir, tulisan ini juga tak akan pernah lahir.
Malang, 10 Februari 2018
Arfian, FR
Peace & Love
"Lagi dimana?"
"Udah makan belum?"
"Gimana tadi basketnya?"
"Jangan lupa sholat."
"Nanti jemput aku ya!"
"Hehehe kocak!"
Beberapa kalimat diatas itu dulu ada, namun kini sudah tiada. Ruang obrolan yang dulu dipenuhi canda, tawa dan perhatian, namun kini sudah tinggal kenangan. Nada dering pesan, telepon, dan semua pemberitahuan yang dulu menjadi nada favoritku, namun kini sudah menjadi tabu di telingaku. Hari-hariku yang dulu penuh warna, namun kini sudah sirna. Kau yang dulu ku anggap sebagai pusat semesta, namun kini (mungkin) sudah bahagia dengan yang lainnya. Kenapa sekarang semesta tak menghadirkan bunga-bunga kebahagiaan seperti saat itu lagi?
Aku sendiri disini sudah (mencoba) ikhlas, walaupun kenangan yang kau beri masih saja membekas. Parahnya lagi dari kepergianmu itu bukan karena meninggalkan luka, namun tak memberiku lupa. Semakin coba untuk kulupakan, semakin erat pula dalam ingatan. Kau mungkin satu-satunya sangkar yang dimana aku tak bisa keluar, meski pintu sudah terbuka lebar.
Disini aku hanya rindu, dan aku masih bisa menopang rasa rinduku dengan kukuh. Pada dasarnya rindu itu tidak berat, tapi tidak ada temu lagi setelahnya itu jauh lebih buat hati gawat darurat. Aku yakin kelak masih akan ada temu di antara kau dan aku. Entah itu di ruang mimpiku, atau di resepsi pernikahanmu dengan lelaki pilihanmu. Terima kasih atas segala rasa yang pernah kau beri. Mungkin jika di hidupku kau tak pernah hadir, tulisan ini juga tak akan pernah lahir.
Malang, 10 Februari 2018
Arfian, FR
Peace & Love
Komentar
Posting Komentar